Come in with the Rain

Selasa, 26 Maret 2013

11 tahun yang lalu.. 11 tahun kemudian..



11 tahun yang lalu

Kami bertemu di SMUN 1 Depok (SMUNSA) untuk pertama kalinya.  Mengawali hari-hari kami di kelas 1.1 dengan rangkaian acara MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) yang sudah terkenal dengan kekejaman dan senioritas, which is di SMUNSA, jauh dari kekerasan karena kami cinta damai v(^^), namun tetap menguras tenaga dan pikiran karena kelakuan kakak-kakak kelas yang aneh-aneh.  Dan yang paling saya ingat adalah kata-kata yang dengan tegas disampaikan oleh kakak PJK (Penanggung Jawab Kelas), saat itu Kak Luthfi dan Kak Ayu, bahwa kelas 1.1 adalah kelas terkutuk!  Bayangkan bagaimana perasaan kami saat itu yang tidak tahu apa-apa dan ternyata kami berada di kelas terkutuk.  Semua cerita-cerita buruk diturunkan, dan ada saja kesalahan yang kami buat sehingga kami harus dihukum lebih lama di lapangan, sementara kelas lain sudah mulai makan.  Sampai pada kutukan yang ternyata benar-benar terjadi saat itu: Kak Luthfi adu jotos dengan senior lain karena membela kami dan kemudian dipanggil kepala sekolah dengan ancaman akan dikeluarkan.  Kemudian kami semua pun dipanggil ke lapangan karena ada orang tua murid yang mengancam akan melaporkan proses MOPD karena dinilai sudah melewati batas.  Tenang saja, semua tentunya hanya rekayasa.  Kak Luthfi, cerita kelas terkutuk, senior lain, dan orang tua itu sudah termasuk dalam skenario bersama.  Oh ya, bagian yang tidak terlupa, penutupan MOPD kami adalah dengan disiram air danau (kalau tidak mau dibilang empang) Lio yang hijau dan berbau.

Selesai MOPD, kami berlima yang mulai akrab pun semakin akrab karena disatukan oleh sesuatu yang akan kami kenang selalu:  Rampak Kendang.  Ekskul yang mungkin terdengar aneh.  Rampak kendang sendiri adalah kesenian dari Jawa Barat, dimana gamelan dan gendang menghasilkan pertunjukan yang menarik.  And it really was interesting.  Saya dan Dyan pun menjadi pemain gendang, sementara Ika, Ine, dan Vha2 lebih memilih bermain gamelan.  Hari-hari latihan pun menjadi hari yang paling kami tunggu karena kami bisa melampiaskan stress dari PR atau tugas-tugas lainnya dengan memukul-mukul sesuatu namun hasilnya suara yang indah.  Dan di masa-masa kejayaan kami (ehm..) kami sering diundang untuk mengisi acara-acara di dalam dan di luar sekolah.  Mengenal siswa sekolah lain, mengenal kebudayaan Indonesia, mengenal seniman-seniman yang asli nyeni, bahkan saya sampai berniat melanjutkan kuliah di IKJ (gagal karena alasan ekonomis, hehe..)

Sayangnya kelas 2 kami berpisah, namun di kelas 3, saya sekelas lagi dengan Ika dan Ine di SOS 1, sementara Dyan dan Vha2 di kelas IPA.  Sampai menjelang lulus pun kami masih berteman akrab namun mulai sibuk dengan persiapan ujian masing-masing.  Kemudian kami pun menempuh jalan yang berbeda, kampus yang berbeda, kehidupan yang berbeda.  Rasanya kami sempat lost contact beberapa saat, terutama dengan Dyan, karena 4 yang lain masih dalam satu area kampus jadi sesekali masih bertemu.  Kalau tidak salah sekitar 4-5 tahun kebelakang, apalagi saya waktu itu bekerja di Balikpapan.  It was unbelievable.  Sampai akhirnya kami mulai bertemu lagi kira-kira 2 tahun lalu.  Mulai dari buka puasa bersama, sampai event pertama kami bertemu dengan personil lengkap:  Pernikahan Ika.


11 tahun kemudian

Akhirnya, tanpa kami sadari minggu lalu, 11 tahun kemudian kami masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali.  Kali ini dengan tambahan dede Husna, putri dari Ika, our first niece.  Dan kami lagi-lagi bertemu di acara pernikahan.  Namun kali ini yang menikah adalah Boti, yang sama-sama berada di kelas 1.1, dan sama-sama menjadi anggota Rampak kendang.  Dan perjalanan nostalgia 11 tahun itu pun terangkum dalam bincang-bincang yang berlangsung berjam-jam dan foto-foto kami setelah acara Boti selesai.

And you know what, the best thing when you meet your old friend is, to know that they never change.  Their kindness, their thought, their laugh, and their pure heart.