11
tahun yang lalu
Kami bertemu di
SMUN 1 Depok (SMUNSA) untuk pertama kalinya.
Mengawali hari-hari kami di kelas 1.1 dengan rangkaian acara MOPD (Masa
Orientasi Peserta Didik) yang sudah terkenal dengan kekejaman dan senioritas,
which is di SMUNSA, jauh dari kekerasan karena kami cinta damai v(^^), namun
tetap menguras tenaga dan pikiran karena kelakuan kakak-kakak kelas yang
aneh-aneh. Dan yang paling saya ingat
adalah kata-kata yang dengan tegas disampaikan oleh kakak PJK (Penanggung Jawab
Kelas), saat itu Kak Luthfi dan Kak Ayu, bahwa kelas 1.1 adalah kelas terkutuk! Bayangkan bagaimana perasaan kami saat itu
yang tidak tahu apa-apa dan ternyata kami berada di kelas terkutuk. Semua cerita-cerita buruk diturunkan, dan ada
saja kesalahan yang kami buat sehingga kami harus dihukum lebih lama di
lapangan, sementara kelas lain sudah mulai makan. Sampai pada kutukan yang ternyata benar-benar
terjadi saat itu: Kak Luthfi adu jotos dengan senior lain karena membela kami
dan kemudian dipanggil kepala sekolah dengan ancaman akan dikeluarkan. Kemudian kami semua pun dipanggil ke lapangan
karena ada orang tua murid yang mengancam akan melaporkan proses MOPD karena
dinilai sudah melewati batas. Tenang
saja, semua tentunya hanya rekayasa. Kak
Luthfi, cerita kelas terkutuk, senior lain, dan orang tua itu sudah termasuk dalam skenario bersama. Oh ya, bagian yang tidak terlupa, penutupan
MOPD kami adalah dengan disiram air danau (kalau tidak mau dibilang empang) Lio
yang hijau dan berbau.
Selesai MOPD,
kami berlima yang mulai akrab pun semakin akrab karena disatukan oleh sesuatu
yang akan kami kenang selalu: Rampak
Kendang. Ekskul yang mungkin terdengar
aneh. Rampak kendang sendiri adalah
kesenian dari Jawa Barat, dimana gamelan dan gendang menghasilkan pertunjukan
yang menarik. And it really was
interesting. Saya dan Dyan pun menjadi
pemain gendang, sementara Ika, Ine, dan Vha2 lebih memilih bermain
gamelan. Hari-hari latihan pun menjadi
hari yang paling kami tunggu karena kami bisa melampiaskan stress dari PR atau
tugas-tugas lainnya dengan memukul-mukul sesuatu namun hasilnya suara yang
indah. Dan di masa-masa kejayaan kami
(ehm..) kami sering diundang untuk mengisi acara-acara di dalam dan di luar
sekolah. Mengenal siswa sekolah lain,
mengenal kebudayaan Indonesia, mengenal seniman-seniman yang asli nyeni, bahkan
saya sampai berniat melanjutkan kuliah di IKJ (gagal karena alasan ekonomis,
hehe..)
Sayangnya kelas
2 kami berpisah, namun di kelas 3, saya sekelas lagi dengan Ika dan Ine di SOS
1, sementara Dyan dan Vha2 di kelas IPA.
Sampai menjelang lulus pun kami masih berteman akrab namun mulai sibuk
dengan persiapan ujian masing-masing.
Kemudian kami pun menempuh jalan yang berbeda, kampus yang berbeda,
kehidupan yang berbeda. Rasanya kami
sempat lost contact beberapa saat,
terutama dengan Dyan, karena 4 yang lain masih dalam satu area kampus jadi
sesekali masih bertemu. Kalau tidak
salah sekitar 4-5 tahun kebelakang, apalagi saya waktu itu bekerja di
Balikpapan. It was unbelievable. Sampai akhirnya kami mulai bertemu lagi
kira-kira 2 tahun lalu. Mulai dari buka
puasa bersama, sampai event pertama kami bertemu dengan personil lengkap: Pernikahan Ika.
11
tahun kemudian
Akhirnya, tanpa
kami sadari minggu lalu, 11 tahun kemudian kami masih diberi kesempatan untuk
bertemu kembali. Kali ini dengan
tambahan dede Husna, putri dari Ika, our first niece. Dan kami lagi-lagi bertemu di acara
pernikahan. Namun kali ini yang menikah
adalah Boti, yang sama-sama berada di kelas 1.1, dan sama-sama menjadi anggota
Rampak kendang. Dan perjalanan nostalgia
11 tahun itu pun terangkum dalam bincang-bincang yang berlangsung berjam-jam dan foto-foto kami setelah
acara Boti selesai.
And you know what, the best thing when you meet your
old friend is, to know that they never change.
Their kindness, their thought, their laugh, and their pure heart.