Come in with the Rain

Sabtu, 06 Mei 2023

Just a Thought

Believe me I went through so much questions and comments and almost bullying because I'm still single.

Some are nice, more are mean.  Some makes you pray for good things, some other makes you wanna slap that person in the face with a chair. 👻

Ada yang pernah kasih tabel umur menikah plus nanti umur anak berapa pas pensiun.  Ada yang cerita kalau nanti ga nikah bakal kanker payudara atau kanker rahim.  Ada yang bilang nanti kalo punya anak pas umurnya lewat 35 anaknya berisiko jadi ABK.  Ada yang isinya nasehat tapi berbau "ga usah kebanyakan miliiih sadar umur wooy" 👽 

But I have a friend who broke all those bad words.  She married and have a cute healthy child at 40.  Walaupun takdir setiap orang pasti berbeda, tapi Allah tu seperti kasitau kalau semua mudah aja kalau Allah sudah berkehendak ya kaan.. yaudah husnudzhon aja sama takdir yang sudah Allah persiapkan.

Aku tu jadi pengen kasi ceramah Ustadzah Halimah yang panjang lebar tentang jodoh dan pernikahan jadinya kalau mulai ada yang nyindir dibalik nasihat eeaaa.. tapi kan nanti dibilang sok alim dan jago teori aja 😆

Serba salah pokoknya jadi wanita single eligible ya kaak.. mudah-mudahan Allah kasih hati yang lapang seluas samudera biar kalo ada kata-kata kotor jadi macam kotoran cumi aja di Samudra Pasifik - hilang ga ada bekas.


I'm not worry if I end up alone, I worry more if Allah leaves me.

Minggu, 16 April 2023

Nisab Kasih Sayang

Aku baru tahu, kalau kita tidak mungkin mencintai orang lain jika kita tidak pernah merasa dicintai.  Karena kasih sayang itu seperti zakat, kamu tidak bisa memberikannya ke orang lain kalau dirimu tidak mencapai nisabnya. Setiap orang perlu tungku kasih sayangnya penuh baru bisa menyayangi orang lain. Kalau dirimu sejak kecil tidak merasakan kasih sayang, kamu akan mudah terjebak dalam hubungan yang manipulatif, bersama seseorang yang hanya memanfaatkanmu, karena kamu merasa tidak pantas mendapatkan kash sayang yang utuh, dan hanya pantas berada dalam hubungan transaksional.

Kamu pun tidak tahu, bagaimana rupanya kasih sayang yang utuh itu karena kamu tidak pernah merasakannya. Dan ketika ia benar-benar datang, kamu akan terus meragukan kebenarannya, kamu akan terus meragukan orang yang membawanya. Kamu juga akan berpikir orang itu bisa menyakitimu kapan pun jika kamu mempercayainya. Pada akhirnya, kamu membentengi dirimu dan hatimu dari siapapun yang mencoba melewati batas yang kamu gariskan sendiri.

Tapi kemudian aku diberitahu, kalau kamu merasa tungku kasih sayangmu tidak penuh karena mungkin di masa lalu orang tuamu kurang menyayangimu, jangan khawatir, karena seberapapun kosongnya tungku kasih sayangmu akan mudah dipenuhi oleh Allah dan Rasulullah, mendekatlah pada Allah, pada Rasulullah, ingat Allah selalu, tungku kasih sayangmu akan penuh. Ingatlah kamu tidak lahir kecuali atas izin Allah, orang tuamu mungkin tidak mengharapkanmu tapi Allah mengharapkanmu, maka tidak usah cari kasih sayang dari orang tuamu, carilah kasih sayang dari Allah.

Jangan pernah tinggalkan Allah dalam hidupmu, Insya Allah begitu pula Allah tidak akan pernah meninggalkanmu. Jangan biarkan setan membelenggumu dan putuskan sanadnya jika di masa lalu kamu merasa tidak disayang. Maka berikan kasih sayang dan doa terus menerus pada anakmu, agar dia juga menyayangi yang lain.

Bukankah melelahkan mencari cinta manusia?

Latih dirimu utk selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, bahkan saat diam. Latih dirimu untuk melihat Allah dalam setiap ciptaan-Nya. Bukankah selama ini Allah tidak pernah menyia-nyiakanmu, apa yang kamu khawatirkan dari masa depan, ada Allah yang akan mengurusmu disana, tanpa pernah tidur dan mengantuk. Imam Syafii mengatakan “Jika kamu dalam hidupmu merasa tidak ada orang yang cukup mengurusi hidupmu, ketahuilah itu adalah surat cinta Allah untuk mengurusmu secara langsung.”

Berat, tapi harus dicoba.

La tahzan, innallaha ma'ana.


(nukilan tausiyah Ustadzah Halimah Alaydrus, yang selalu menguatkanku)

Jumat, 30 Desember 2022

What 2022 have taught me...

2022 marked the ten years of my blog (yeay!)

Dimulai dari tulisan-tulisan yang tidak jelas kemana arahnya (sampai sekarang pun begitu), curcol waktu kesepian, penyaluran overthinking, dan apapun yang ada di kepala and I just want to type it because I like the sound of my keyboards clicking.

Dari pertama buat ini memang tidak ada niatan untuk jadi blog hits yang bisa menghasilkan uang.  I just need a pensieve like one in Dumbledore's office to clear my mind.  And because I merely a muggle, so voila! let's just make it works with a blog.

To have a blog is like having an open diary where everyone can peep to your mind, but as an INFJ I should remind you that this blog is only a little glimpse about me and if you think you know me just because reading this, then you're wrong.

Cerita tahun ini jauh membaik dari dua tahun sebelumnya.  The world become better, and we grew stronger than two years before.  The virus is still - and always be - there, but the condition are a lot more improved and it feels like we almost living like how we used to before this pandemic hit us. 

Setelah melalui pandemi ini, rasanya jadi lebih menghargai hal-hal kecil, dan terutama waktu yang kita miliki dengan orang-orang yang kita sayangi.  Dan rasanya malas untuk membuang-buang waktu dengan sesuatu atau seseorang yang kita tidak suka.

Ada sebuah potongan tausiyah dari Ustadzah Halimah Alaydrus yang paling saya suka di tahun ini

"Seringkali bukan masalahmu yang berat, hanya hatimu saja yang kurang luas.  Orang yang hatinya sempit semua masalah akan terasa berat.  Sementara orang yang hatinya lapang akan biasa saja jika menghadapi masalah ataupun pujian.  Seperti lautan yang tidak terpengaruh dengan kotoran dan bangkai apapun yang jatuh kedalamnya karena luasnya lautan tersebut.  Hadapi ujian dengan hati yang tenang, ingat selalu Allah dalam hatimu, maka hatimu akan menjadi sangat luas.  Berprasangka baik selalu pada Allah dan makhluk-Nya, orang yang selalu husnudzhon, tidak akan pernah rugi walaupun salah dalam persangkaannya."

Jadi begitulah, I tried to remember the words every hard time comes.  Dan semoga tahun-tahun kedepannya bisa memiliki hati yang lebih luas dan lapang, dan sederet harapan lain yang tentunya semua berisi kebaikan.  

Alhamdulillah for 2022, Bismillah for 2023.



Kamis, 13 Januari 2022

Bougenville, dan Doa yang Terlupakan


Rute perjalanan saya ke sekolah saat SMA selalu melewati area komplek perumahan yang sama dengan berjalan kaki.  Saat itu memang belum ada aplikasi ojek online, dan pilihannya hanya naik becak, ojek pangkalan, atau jalan kaki.  Pilihan berjalan kaki menjadi satu-satunya pilihan bagi saya karena memang tidak ada uang untuk pilihan lainnya.

Komplek perumahan itu bukan komplek mewah memang, hanya komplek Perumnas dengan rumah-rumah yang terlihat sudah lama berdiri, baik dengan bentuk aslinya yang memang sangat sederhana, maupun rumah yang sudah mengalami renovasi dan menjadi lebih besar.

Setiap pagi saya biasa berjalan santai -kalau tidak sedang terlambat- dan melihat-lihat rumah sekitar.  Dari saat itu dan sampai sekarang pun saya suka melihat rumah-rumah, melihat bentuknya, warnanya, dan membayangkan kehidupan yang ada di dalamnya.  Terlebih karena saat itu saya belum memiliki rumah yang layak, jadi saya suka sekali membayangkan bagaimana enaknya tinggal di rumah yang bagus. 

Ada sebuah rumah di pinggir jalan yang selalu membuat saya menengok sebentar setiap saya lewati.  Rumah itu kebetulan rumah kakak kelas saya di SMA, dan saya kadang melihat dia sedang bersiap-siap di terasnya saat saya lewat.  Rumahnya tergolong besar tapi tidak seperti rumah “gedongan”, hanya berlantai dua dengan gaya klasik, pagar berulir, dan berwarna coklat muda.  

Yang membuat saya selalu mendongak ke atas adalah sebuah balkon kecil, dengan bunga bougenville di depannya yang menjulur sampai terlihat dari bawah.  Setiap melihat itu saya selalu berujar dalam hati “bagus ya, enak banget punya kamar ada jendelanya terus ada balkonnya yang banyak bunga begitu, pasti dari bangun tidur udah seneng banget deh”.  Sebuah ujaran dalam hati yang selalu terulang selama tiga tahun melewati rumah itu. 

Sampai tahun lalu, saya masih tidak ingat pernah berpikir seperti itu.  Waktu melihat bougenville di luar kamar saya kadang merasa seperti ada sesuatu yang terlupa dan saya berusaha mengingat tapi tidak bisa.  

Sampai kemudian saya membaca sesuatu tentang doa, sesuatu seperti “yang pergi untuk kembali padamu hanyalah doa” atau “doamu pasti akan dikabulkan Allah di waktu yang terbaik, dan jika tidak pastilah Allah hanya menghindarkanmu dari keburukan yang tidak kamu ketahui”, dan “walaupun kamu hanya mengucap dalam hati, bisa jadi itu adalah sebuah doa yang akan Allah kabulkan pada waktunya”.  Dan kemudian terbayang kejadian di Madinah saat saya tidak benar-benar dalam posisi berdoa tapi Allah kabulkan, barulah kemudian saya ingat.

Delapan belas tahun setelah saya melewati rumah kakak kelas saya itu, Allah ternyata tidak pernah lupa dengan apa yang saya ucapkan dalam hati.  Mungkin sebagian orang memperoleh semua yang mereka inginkan dengan cepat, mungkin sebagian lain harus menunggu bertahun-tahun, tapi itu pasti hanyalah apa yang kita lihat.  

Tidak ada yang terlalu cepat atau terlambat dalam takdir yang sudah digariskan.  Semua berjalan sesuai garisnya masing-masing.  Lalu untuk apa berdoa? Karena kita tidak tahu doa mana yang mungkin mengubah takdir kita itu, doa mana yang akan dikabulkan, atau doa dari siapa yang ternyata darinya lah semua kemudahan yang kita peroleh.  Mengutip kata-kata dari Ustazah Halimah Alaydrus “Jangan menjadikan doa hanya sekedar, sebab doa adalah semua yang kamu perlukan. Jangan sedikit berdoa, jadilah orang yang sedikit-sedikit berdoa.” 

Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, karena Allah yang maha meng-ijabah segala doa.  Doamu akan didengar bukan karena dirimu, tapi karena Allah Ar Rahman Ar Rahim, As Sami’ud Du’aa. 



Kamis, 29 Juli 2021

My Covid Stories - part 2

 Jadi, apa yang harus dilakukan kalau hasil tes PCR kamu positif?

These points below are my experiences, you can try it, or find another better way.. it's just my stories..

1.  Tenang, jangan panik, dan kalau kamu muslim mengikuti nasihat Aa Gym, ucapkan tiga hal berikut:

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali pada Allah SWT.)

Qadarullah wa ma syafa a'la (Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan)

Alhamdulillah ala kulli hal (Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan)

Loh kenapa Alhamdulillah? karena bisa jadi sakitmu ini menjadi jalan untuk menggugurkan dosa-dosamu, dan ketika Allah mencintai suatu kaum, maka mereka akan diuji.. Ge-er ngga? Ge-er ngga? Ge-er laaah.. masa ngga.. 😁

2.  Lapor ke Puskesmas dan Ketua RT, supaya terdata dan terpantau.  Staff Puskesmas nanti akan menghubungi kita, memberikan obat, dan memantau kondisi kita setiap hari.  Dan jika ada perburukan akan dibantu penanganannya.  Well kecepatan tiap Puskesmas memang berbeda, tapi setidaknya data kita sudah masuk dalam database pemerintah dan karena Covid ini ditanggung pemerintah jika dirawat di RS maka mudah-mudahan akan lebih mudah.  In my case, karena Puskesmas-nya agak lama, kami inisiatif untuk konsultasi ke dokter RS Swasta dulu dan dilakukan rontgen thorax, kemudian diberi obat sesuai gejala yang muncul.

3.  Segera pisahkan diri dari anggota keluarga lain yang serumah.  Jika tersedia ruangan yang berbeda lantai dan kamar mandi lebih baik, tapi jika tidak, you need extra careful terutama di area kamar mandi.  Pastikan semua benda dipisahkan dari yang sehat, dan ekstra semprot-semprot disinfektan di kamar mandi.

4.  Semua alat makan dan alat mandi juga dipisahkan.  Jika selesai makan, siram dengan air panas dulu baru kemudian dicuci dengan sabun, diusahakan memakai sarung tangan bagi yang mencuci piring/pakaian penderita.

5.  Minum obat, makan yang banyak, berjemur.  Sisa waktu bisa kerjakan hal yang berfaedah lainnya, kalau pusing, tidur aja karena tidur juga salah satu waktu imun tubuh berperang melawan virus.

6.  Buat catatan kronologis harian, sejak mulai muncul gejala dan kemudian kondisi kesehatan harian: suhu tubuh, saturasi oksigen, gejala yang dialami hari itu, anything that will be useful when your condition drop unexpectedly.

7.  Memang virus ini akan menghilang sendiri setelah kurang lebih 14 hari, tapi jangan lengah namun juga jangan terlalu stress.. ambil posisi ditengah-tengah, tetap aware dan waspada dengan kondisi tubuh sendiri atau orang yang dirawat.  Terutama saturasi oksigen.  

8.  Berdoa, dzikir, whatever you can do untuk mendekatkan diri ke Dia yang menciptakan tubuh kamu dan virus itu.  When you can't do anything, or you have nothing, pray is your biggest greatest weapon to change it.

Terus, minum apa aja?

Yang pasti: Jangan sembarangan beli obat!!! 

Walaupun sumbernya dari WAG keluarga dan katanya dari dokter.  Kondisi tiap orang berbeda, dan lebih aman untuk konsultasi ke dokter dulu untuk mendapat resep yang sesuai dengan kondisi badan kamu.

Untuk suplemen tambahan, my family used:

- Propoelix HDI

- Madu (any kind of it, Madu uray, clover honey, madu apa aja yang ada dirumah)

- Yogurt, susu, buah-buahan, semua cemilan sehat

- Cuci hidung pakai cairan infus/NaCl (bisa cari di YouTube cara lengkapnya)

- Diffuse Young Living Oil waktu tidur siang dan malam: Thieves, Eucalyptus, Raven, RC, Peppermint, semua yang ada dirumah deh.

Sekali lagi ini bukan kewajiban, hanya pengalaman kami saja, dan Alhamdulillah berhasil.

Lalu yang terakhir, yah setelah berusaha dan berdoa, tinggal pasrah aja hasilnya seperti apa.. 

but at least we've tried our best, don't we.. 

I hope this is our last time facing it, me and my father already got vaccinated btw, and we still caught by the virus.. tapi mungkin karena efek vaksin juga jadi gejala kami ringan saja.  So,  if you have a chance to get vaccinated, go on.. supaya kita lebih cepat keluar dari pandemi ini dan bisa jajan-jajan jalan-jalan lagi ya kaaan...

💓💓💓






My Covid Stories

Wait, what's with the plural on the title?

Well, it's because I had three cases in my house. 😅

Jadi semenjak virus ini merebak, kami berusaha dengan sekuat tenaga untuk selalu menaati prokes, minum vitamin, dan menghindari jalan-jalan diluar kepentingan yang sangat mendesak.

Tapi قدر الله وما شاء فعل   qadarullah wa maa syafa a'la saya dan keluarga diberikan ujian untuk mengalami Covid ini dan Alhamdulillah kami diberikan kemudahan untuk melewatinya.

Januari 2021

Diawali dengan Ibu merasa ga enak badan, pusing, terasa ngilu di seluruh badan, tapi masih menolak untuk ke dokter karena merasa ga kuat ngantri di dokter yang selalu penuh.  Sampai setelah sekitar 5 hari kemudian setelah demam, Ibu saya tiba-tiba bilang "kok ini lagi tumis bumbu ga kecium ya.."🙈My sister who was at home instantly panic dan WA ke saya dan kakak dan kami langsung berkata "yaudah positif itu mah" dan saya yang saat itu di kantor langsung izin pulang.

Esok harinya saya, ibu, bapak dan adik langsung ke RS untuk PCR (and that day was my birthday 😅) dan benar saja Ibu saya positif dan kami bertiga negatif.  Dua hari setelahnya dihabiskan dengan Ibu dan Bapak berantem menebak-nebak dari mana virusnya datang 😂 , karena Bapak masih suka nongkrong ngobrol dengan bapak-bapak tetangga dan Ibu masih suka ikut pengajian.

Setelah mereda dan menerima kenyataan, saya dan adik saya pun berperan jadi suster plus tukang masak selama 2 minggu kemudian, yang ga usah ditanya rasa masakannya, dan merasakan pusingnya pertanyaan "besok masak apa ya?" hahaha.. that question and thought was demanding, you should try it to know.

Juli 2021

Tiga hari setelah Bapak melayat ke tetangga dekat rumah (sudah dikasih tau bolak-balik ga usah pergi, tapi karena kami orang Indonesia yang 'ga enakan' akhirnya tetap pergi), Bapak mulai batuk-batuk dan menurut saya agak beda dengan batuknya yang biasa, dan masih berkelit katanya batuk karena makan mie untuk menghindar dari suruhan kami ke dokter.  Tiga hari setelah mulai batuk itu barulah Bapak mau ke dokter dan tes antigen-nya pun positif.  Tapi kami sudah tidak kaget lagi dan merasa yaaah udah laaah.. 

Kemudian saya dan adik saya pun kembali menjadi suster dan tukang masak karena Ibu pun diungsikan ke lantai 2 dan tidak boleh mendekat ke bawah tempat Bapak isoman.  Sampai 3-4 hari setelah Bapak dinyatakan positif, saya mulai merasakan gatal di tenggorokan yang saya pikir karena Ch*t*me yang saya beli sebelumnya, tapi kemudian saya juga merasa demam yang naik turun dan rasanya aneh karena belum pernah merasakan demam seperti itu.  Deep down I have that feeling this might be because the virus too, dan kemudian terkonfirmasi dengan tes PCR.  And then, jadilah kami berdua diisolasi di lantai 1, dan adik saya jadi suster untuk dua orang 😄

Kalau ditanya "yang dirasain apa sih?" saya sungguh bersyukur baik saya dan kedua ortu saya mengalami gejala ringan, walaupun Ibu sepertinya masuk ke gejala sedang karena sempat sakit dada, mual, dan nyeri badan.  Saya cuma merasa seperti orang pilek dan lucunya hidung tersumbat tapi masih bisa bernafas dengan baik, tidak seperti hidung tersumbat karena pilek pada umumnya, dan beruntung tidak hilang penciuman. 

You know everybody says you should take it easy and don't be stressed out when you got tested positive.  For me personally, what makes my mind can't stop worrying is the possibility of the virus to do anything unexpectable on your body.  And that makes my mind always on Red Alert mode and that was tiring.

Well, luckily we can get through those times, and I share it as a reminder for myself, to be grateful always for all that happened.


                                                                                                                                   ...to be continued

Kamis, 31 Desember 2020

2020: A Year Like Never Before

Tahun ini terasa begitu istimewa.  Mungkin dalam satu abad terakhir sejak pandemic Spanish Flu, belum pernah lagi ada kejadian luar biasa yang memaksa seluruh manusia di seluruh dunia untuk tunduk sekali lagi kepada alam.  It’s like the world pushed us to stop for a while.  Sudah satu tahun pandemic Covid 19 ini berlangsung – di Indonesia sendiri sekitar 9 bulan – dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir, well at least here.

Dan dalam sembilan bulan terakhir, sungguh banyak kejadian yang memberi kita – saya khususnya – pelajaran dan renungan.  Tentu saja yang pertama adalah mengenai kebesaran Allah.  Sungguh betapa sesuatu yang sangat kecil dan bahkan tidak terlihat, bisa mengubah kehidupan semua orang.  Sungguh betapa makna “Sabar dan Syukur” menjadi sebuah pelajaran yang jelas.  Bagaimana bersabar untuk semua ujian, dan bagaimana bersyukur di setiap keadaan, yang selalu terdengar mudah saat diucapkan, namun terasa sulit sekali dilaksanakan.

Tahun ini pun menjadi bukti, bahwa manusia memang diciptakan dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa.  Bagaimana kemudian pandemi ini memaksa kita untuk beradaptasi dengan teknologi, dengan keterbatasan, dengan jarak, dan bagaimana memaksa kita untuk tetap waras dalam menjalani semua perubahan yang sangat cepat dan mungkin tidak selalu menyenangkan.

But this pandemic also reminds us, that the safest place is home.

For me personally, this year taught me many things. 

I found many good books in which I learned to discover new things about myself.  Books that inspires me, and even heals me in some ways.  This year too, I learned new skills.  Yang tadinya paling malas kalau melihat pola jahitan, di tahun ini bisa punya niat beli mesin jahit dan belajar jahit – walaupun hasilnya baru bisa buat masker sendiri.  But I think that was a quantum leap for myself.  Many encouraging movies, stories, and songs, that every one’s trying to cheer up each other, and that was warming. 

This year too, I’ve lost myself again.  Many times my heart saw the way out, but I didn’t have the courage to walk to that way.  But then again, the aayah ‘and He found you lost and guided you’ from the surah Ad Dhuha was proven.  Then here I am, thinking that it’s been a roller coaster ride this year, but I’m glad that it’s still on track.  And if someday I lose the track again, I believe Allah will light the way once more.

I hope 2021 everything will get better for everyone.  And we can live like we used too - even if it  won't be exactly the same like before, but I guess we'd become stronger, and wiser.