Come in with the Rain

Senin, 12 Mei 2014

Faith

Waktu SMA dulu, saya ingat mengisi sebuah form dengan pertanyaan :

Menurut kamu, iman itu apa?

Dan kemudian saya menjawab, iman itu seperti tali layang-layang, tipis, kuat, membawa kita melihat tempat tinggi, tapi tetap menahan kita untuk tidak terbang lepas, tentu kita adalah layang-layangnya.

Lalu kalau sekarang saya mendapat pertanyaan yang sama, saya akan menjawab,

Menurut saya, iman itu, saat kamu memegang dada kirimu dan merasa takjub akan detak jantung yang terasa begitu ritmik, lebih indah dari simfoni Mozart atau Beethoven nomor berapapun, terus berdetak tanpa terlihat dirigen-nya, tapi kamu percaya ada dirigen yang luar biasa hebat sampai menciptakan ritmik seperti itu dalam milyaran tubuh manusia.

Menurut saya, iman itu saat kamu memandangi langit dan mendapati bintang-bintang diam bersinar di tempatnya, tanpa kamu merasa khawatir mereka akan jatuh menimpamu -yah walaupun memang bisa- karena ada yang menahan mereka untuk tetap beredar di garis edarnya masing-masing. 

Menurut saya, iman itu saat kamu bisa merasakan tetesan hujan -yang ternyata air tawar, bukan air asin, apalagi air asam- padahal hujan itu dari air laut yang menguap, yang seharusnya akan terasa asin.  Dan kamu bersyukur bahwa hujan yang turun hanya rintik-rintik air, bukan datang dalam rintik-rintik bijih besi atau selongsong peluru.


Menurut saya, iman itu berarti terus melangkah, walaupun kamu tidak tau apa yang ada di depan sana, kamu hanya meyakini bahwa segelap apapun, pasti langkahmu akan menjejak di tanah, dan mungkin kamu akan menemukan matahari, atau sinar bulan, atau cahaya lilin, kunang-kunang, atau hanya cahaya fluorescent seperti sticker glow in the dark bentuk bintang-bintang yang biasa kamu tempelkan di dinding kamar, yang akan menerangi jalanmu, sedikit demi sedikit.


Lalu, kalau ada rasa percaya seperti itu, apa perlu lagi agama?


Ya itu sih terserah kalian,


Tapi saya percaya, kalau agama yang akan memberikan batasan-batasan mengenai apa yang kalian percayai.


Lalu, kalau misalnya ada orang lain yang menetapkan batasan yang berbeda, dan bilang kalau kalian melewati batasannya, terus apakah lantas kalian akan saling menghina satu sama lain?


Itu terserah kalian juga.


So let it be.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar