Saya masih ingat
perkenalan dengan Pak Tommy. Saya dan
teman-teman seangkatan saat itu ditugaskan di Balikpapan. Entah berapa kilometer jauhnya dari rumah
saya di Depok. Terbuang di Kalimantan,
di tempat pertama saya bekerja, tentu selain merasa excited, pasti juga terasa
homesick, bingung, stress menghadapi pekerjaan, dan beragam perasaan lainnya. Pak
Tommy lah yang membawa cerita tentang dirinya yang juga mengalami hal yang sama
bertahun-tahun sebelumnya, dan menciptakan suasana yang penuh canda agar kami melupakan bahwa kami sedang jauh dari rumah.
Kami mengenalnya
sebagai sosok yang amat baik, rendah hati, low profile yang membuatnya mampu
bercanda dengan siapa saja, dan tentunya dengan hobi merokoknya yang bahkan
bisa membuatnya merokok di dalam ruangan.
Pak Tommy selalu berpembawaan santai dan seperti tanpa masalah. Tidak pernah bertindak seperti atasan lain
yang gila hormat dan suka menyuruh seenaknya.
Bu Tommy, istrinya, pun sangat baik, selalu ramah, penuh senyum, senang bercanda
dengan kami, tidak pernah bertindak seperti “ibu pejabat”, dan bahkan saya
sangat menyukai anak-anaknya, terlebih Rima, anaknya yang ketiga, yang saat itu
sedang lucu-lucunya. Dan tahun pertama
saya berada di Balikpapan pun terasa seperti di rumah sendiri, dan saat Pak
Tommy dipindahtugaskan ke Jogja, mulailah orang-orang baik mengikutinya pergi
dan rasanya “rumah” tak lagi sama.
Saya menulis ini,
karena Pak Tommy juga, yang walaupun sudah tidak satu tempat kerja, tetapi masih suka
menanyakan kabar kami lewat facebook walau hanya sekedar ‘say hi’, dan yang
paling saya ingat adalah saat Pak Tommy menanyakan tulisan-tulisan kecil saya,
dan anjurannya agar saya terus menulis. Saya,
yang menulis ala kadarnya saja, sangat tersanjung membacanya, dan berjanji untuk
terus menulis. Dan akhirnya hari ini
saya menulis khusus untuk Bapak, walaupun tidak pernah terbayang yang akan saya
tulis adalah obituari Bapak.
Semoga Bapak
tenang disana ya Pak, dan mendapat balasan atas kebaikan-kebaikan yang pernah
Bapak lakukan, dan semoga istri dan anak-anak Bapak senantiasa diberikan
kekuatan dan kesabaran sepeninggal Bapak.
Saya pun teringat kata-kata orang-orang terdahulu, bahwa orang-orang
baik memang selalu dipanggil lebih dulu, karena Allah lebih menyayangi mereka.
“Dan di dunia
ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula
kembali pulang. Seperti dunia dalam
pasar malam. Seorang-seorang mereka
datang dan pergi. Dan yang belum pergi
dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah kemana” (Dunia dalam
Pasar Malam – Pramoedya Ananta Toer)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar